Kasus 1 :
Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali memakan 'korban'. Benny Handoko, pemilik
akun twitter @benhan dinyatakan bersalah atas tindak pidana pencemaran nama
baik terhadap anggota DPR M Misbakhun.
Ia divonis 6 bulan penjara dengan
masa percobaan 1 tahun. Vonis tersebut ditetapkan hari ini, Rabu (5/2/2014)
oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Benhan sendiri dinyatakan
bersalah dan melanggar UU ITE Pasal 27
ayat 3.
Menanggapi kasus ini, komunitas
blogger dan aktivis online Asia Tenggara yang tergabung dalam South Asian
Freedom of Network (SAFENET) menyerukan agar pemerintah segera menghentikan
praktik pembungkaman berpendapat di dunia maya.
SAFENET menilai pemerintah
Indonesia belum bisa melindungi kebebasan berpendapat warganya. Padahal publik
berhak menyampaikan pendapat tanpa harus takut merasa diawasi, dikekang ataupun
dibungkam.
Pasal 27 ayat 3 dianggap sebagai
salah satu ganjalan kebebasan berpendapat di internet. Sebab pasal tersebut
dapat memenjarakan para pengguna internet yang berpendapat di dunia maya. Hal
ini dianggap tidak sesuai dengan semangat reformasi. Warga bisa saja jadi takut
nge-blog atau mmeposting sesuatu di
internet.
"Di banyak negara,
pencemaran nama tidak masuk ke dalam ranah hukum pidana dan cukup diseslesaikan
dengan hukum perdata," jelas SAFENET melalui keterangan tertulis.
Sejak UU ITE disahkan ke publik
tahun 2008 lalu, lembaga studi kebijakan dan advokasi ELSAM mendata bahwa
hingga saat ini setidaknya ada 32 kasus pembungkaman kebebasan berekspresi di
dunia maya. Bahkan ada kecenderungan pasal 27 ayat 3 UU ITE digunakan oleh
mereka yang memiliki kekuasaan, seperti pejabat atau tokoh, untuk membungkam
yang kritis.
Pasal 27 Ayat 3 UU ITE melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Jangkauan pasal ini jauh sampai
dunia maya.
Kasus 2 :
Malang tak dapat ditolak. Seorang
warga Surabaya ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal
Khusus Polda Jatim gara-gara mengomentari berita di sebuah media online tentang
dugaan penggelapan uang Rp4,7 triliun di Gereja Bethany Surabaya yang linknya
dibagi ke Facebook.
Johan Yan nama warga tersebut
sebelumnya telah meminta maaf dan menghapus komentar yang ia berikan di
Facebook, namun ia tetap dijadikan tersangka oleh kepolisan. Menurut pihak
kepolisian Johan disangka melanggar Pasal
27 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 27 Ayat 3 melarang siapapun untuk
menyebarkan informasi online yang punya muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.
Tentu saja rujukan yang diambil
polisi adalah UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
yang memagari aktifitas pengguna internet pada umumnya. Bila kita lihat, kasus
ini sepele dan mungkin jauh dari pencemaran nama baik.
Menurut Johan sendiri, komentar
yang ia berikan waktu itu sekadar status saja dan tidak bermaksud menjelekkan.
Namun kemudian pihak gereja melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian.
Satu hal yang sangat penting dari
kejadian ini adalah bahwa pengguna Facebook harus hati-hati, bukan hanya ketika
membuat status, tetapi juga ketika berkomentar. Pasal 27 UU ITE yang diduga
pasal karet bisa saja dikenakan jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh
status atau komentar pengguna di Facebook.